Mencicip Distopia Lewat Novel Bungkam Suara

Apa yang langsung terpatri di kepala ketika membaca judul Bungkam Suara? Permintaan rakyat yang ditolak dan terbungkam oleh kepentingan penguasa? Premis buku karangan JS Khairen yang terbit di awal 2023 tidak sesederhana itu. Novel dengan kover yang penuh pesan tersirat ini berangkat dari satu benang merah: acara setahun sekali di sebuah negara fiktif; Hari Bebas Bicara.
Nah, lho, apa pula itu Hari Bebas Bicara?
Berlatar di Negara Kesatuan Adat Lawaknesia (NAKAL), buku ini menceritakan tentang Timmy, tokoh utama, yang keluarganya dibenci semua orang karena ayahnya dianggap melakukan kejahatan sangat serius, yaitu nilep uang warga satu negara lewat kegiatan phising. Percaya bahwa ayahnya dijebak, Timmy berusaha bertahan dan mengumpulkan bukti mengenai kasus ayahnya itu, untuk kemudian ia sampaikan di Hari Bebas Bicara. Orang-orang yang tinggal di NAKAL dipantau lewat CCTV di berbagai sudut negeri dan dilarang berbicara buruk mengenai sesuatu, atau mereka akan ditangkap Tentara Kerajaan, sehingga dimunculkanlah Hari Bebas Bicara untuk para warganya mengungkapkan kejahatan, meraih keadilan, dan menagih hak, tanpa konsekuensi hukum apa pun. Di hari itu, semua orang bebas mengungkapkan segala yang mereka mau.
Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai kebetulan yang ganjil muncul di pihak Timmy ketika ia mengumpulkan bukti bahwa ayahnya tidak bersalah, sehingga menghadirkan tanda tanya baru: Apakah Hari Bebas Bicara memang didesain untuk membantu warga mengungkapkan kejujuran dan mengutarakan motif kejahatan, atau sengaja dibuat agar rakyat saling memaki satu sama lain sehingga lupa mengkritisi apa saja yang dilakukan Raja NAKAL? Apa yang terjadi di belakang layar sehingga ayah Timmy dapat dituduh mencuri uang orang sebegitu banyak?
Penuh plot-twist sana sini, daya tarik utama Bungkam Suara adalah watak para tokohnya yang abu-abu. Kalau Anda mencari karakter utama dengan sifat manusiawi, novel ini sangat cocok untuk dibaca, karena Timmy bukan tokoh tanpa cela. Ia pun turut melakukan hal-hal ceroboh yang mengancam keselamatannya, seperti berani mendatangi istana dengan tangan kosong, berharap ayahnya bisa dibebaskan. World-building-nya juga didesain dengan matang dan cukup rapi; Anda bisa menemukan semesta yang modern dan konsisten; warga NAKAL bertransaksi selalu dengan uang elektronik, majunya rekayasa genetika sehingga durian bisa tumbuh tanpa biji, serta mobil yang mampu melesat cepat karena bentuknya yang lebih mirip roket. Isu-isu yang dimunculkan dalam novel ini juga relatable di zaman sekarang, karena turut menyoroti warganet-warganet yang hobi berpendapat di kutub ekstrem dan cenderung sulit netral. Konsep Hari Bebas Bicara pun cukup unik, sehingga sayang untuk dilewatkan. Setting distopia yang kental turut menambah ketegangan dalam novel ini. Akhirannya tidak terduga dan menimbulkan banyak pertanyaan baru yang akan terjawab di buku selanjutnya, Bungkam Rakyat.
Bagaimana? Sudah siap mengungkap kebenaran bersama Timmy di Hari Bebas Bicara? Kemasi barangmu sekarang, yuk berangkat ke NAKAL bersama.